Sandhy Sondoro : Berkilau Di Negeri Orang

Saya mengenal nama Sandhy Sondoro sekitar tahun 2007 lalu ketika salah satu sahabat saya yang tinggal di Jerman “mengenalkan” Sandhy pada saya akan  kedahsyatan suaranya. Mengenalkan bukan saya kenalan langsung ya, tapi mulai sedikit meracuni telinga saya pelan-pelan. Sandhy who? Sempat mengernyitkan dahi. Kenapa sih teman saya ini getol banget mempromosikan si Sandhy. Mempromosikan dalam arti mengenalkan suaranya via website pribadinya. Ya okelah, saya dengerin dulu ya.

Oh My God.. suaranya bikin saya langsung merinding. Bukan karena suaranya mirip kuntilanak lagi ketawa ya..  Tapi suaranya itu lho megang banget! James Morrison sih lewat…. :p

Eerrr.. reaksi berlebihankah? Saya rasa tidak. Siapapun yang mendengar suara adorable macam punya Sandhy ini pasti komentarnya sama seperti saya kok.. 🙂

Banyak yang terkejut ketika pertama kali mendengar suara “rockige rauhe Stimme” atau serak-serak nge-rock milik mantan penyanyi kafe di Berlin ini. Begitu pula dengan dewan juri New Wave 2009 (ajang kompetisi bakat internasional di kawasan Eropa Timur). Siapa sangka kalau kontestan berperawakan mungil ini ternyata memiliki suara sekelas Rod Steward, Michael Bolton, Lenny Kravitz, dan dari Indonesia pula, karena daratan Eropa kurang percaya kalau orang Asia bisa punya suara semantap Sandy. Walau gaya menyanyinya si Sandhy ini ‘flummy’ (gaya si bola bekel yang mental-mental nggak bisa diem) tapi suara dia memang bagus & hampir semua juri mengaku sangat menikmati penampilan Sandy.

atau disini :

Ssndy sempat dijuluki oleh para musisi hitam di Jerman ‘Indo-Nigger’ lantaran suaranya yang begitu ‘black’ & jarang dimiliki oleh penyanyi Asia. Suaranya juga ‘pure’ (tidak diutak-atik mixer studio) & jernih,  tidak seperti penyanyi-penyanyi dadakan yang sering wira-wiri di acara tv kita akhir-akhir ini

Pria dalam rentang usia yang terbilang matang ini ternyata harus melalui hidup yang penuh lika-liku sebelum akhirnya dia mulai banyak dikenal banyak orang seperti sekarang. Kecintaannya pada musik & keharusannya menyambung hidup di kota hi-tech Berlin sambil menyelesaikan kuliah membuatnya harus menjalani hidup sebagai musisi jalanan, menyanyi dari kafe ke kafe, mengamen di Metro & di subway. Namun ternyata semua kesulitan itu berbuah hasil yang manis.

Kesuksesan itu justru berawal dari negara si Adolf  Hitler ini. Lagu yang cukup terkenal adalah Down On The Street, boleh dikatakan sebagai detail soundtrack kehidupannya sebagai penyanyi & pengalamannya ber-jam session dengan musisi-musisi Jerman.

Tak hanya menyanyi, kemampuannya menulis & mengaransemen lagu membuatnya menjadi salah satu musisi yang disegani di Jerman. Sangat menarik jika mengikuti perjalanan karirnya di jagad hiburan yang justru membuatnya lebih dikenal di negeri orang. Layaknya Anggun yang juga menjadi salah satu diva Internasional karena perjuangannya menjadi penyanyi yang cukup diperhitungkan di Perancis. Lalu Wisnu yang jadi salah satu finalis Norwegian Idol. Kini disusul Sandhy Sondoro.. Ah, makin bangga saya sama kalian 🙂

Kadang justru rasa nasionalisme itu muncul lebih kuat ketika kita jauh di negeri orang ya. Ikut bangga rasanya ketika ada anak bangsa yang bisa maju & mengharumkan nama Indonesia di negeri orang seperti mereka. So, who will be the next?  😉

gambar dari sini

Continue Reading

Seleb Juga Manusia

Marshanda & video-video youtube-nya spontan jadi perbincangan minggu ini. Tak heran karena serangkaian video “gak penting” dia menghiasi youtube. Reaksinya beragam, tapi tak sedikit yang berkomentar miring/negatif. Apalagi video response-nya yang juga tak kalah lucu & dibuat-buat. Whatever. Itu hak kalian..

Ketika semua sedang ramai memberitakan, menertawakan, menggunjingkan, mencaci maki Marshanda, saya kok miris ya. Saya melihat dari sudut pandang yang berbeda. Ada apa dengan Marshanda? Kenapa dia berbuat seperti itu, mencaci maki teman SD-nya, menampilkan sosok lainnya sebagai seorang artis dari image kalem, lemah lembut & manis, berubah seketika menjadi sosok yang bisa membuat banyak orang terperangah. What? Itukah Marshanda?

Selebritis juga manusia. Punya sisi aneh, unik, gila, bejat, bodoh, tolol, alpha, sama seperti manusia lainnya. Wajar, namanya juga manusia,  bukan malaikat. Kalau malaikat ngapain juga upload-upload video gak penting kaya begitu di youtube, iya kan? Yang ada juga pada sibuk nyatet amal ibadah kita di dunia.

Sama halnya dengan Marshanda, dia pasti juga punya sisi sewajarnya manusia. Gak mungkin selamanya bisa tampil sempurna. Wong sudah berusaha tampil sempurna aja masih dicacatin, dicari-cari sisi buruknya. Iya  kan? Capek lho kalau harus menuruti image & tuntutan publik bahwa seorang selebritis itu wajib & harus selalu tampil sempurna. Mereka juga ingin dikenal sebagai sosok pribadi apa adanya, bukan figur artisnya. Berbahagialah kita yang bisa hidup bebas tanpa kuntitan kamera & wartawan infotainment. Jangankan masalah upload video di youtube, kalian jalan ke warung pakai daster doang bisa-bisa besoknya masuk infotainment & dinarasikan

“artis Z diketahui hanya bisa belanja di warung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Apakah ini seiring dengan turunnya popularitasnya di kancah dunia hiburan sehingga dia sudah tidak mampu lagi memenuhi standar hidup layaaknya seorang selebritis?”.

Mbook, ini cuma gara-gara ketahuan belanja diwarung buat beli vetsin doang, narasinya bisa jadi seenak imaginasi sang script writer ya? Masa iya sih cuma beli vetsin doang mesti dandan dengan make up lapis 7 kaya Krisdayanti?

Memang, banyak yang menyoroti sisi etika Marshanda ketika menyebut nama-namateman SD di video itu seolah dia benci banget dengan orang-orang yang disebutkannya itu. Tapi teman, coba deh lihat lebih dalam ke kehidupan Marshanda. Background kehidupannya gak semulus karirnya didunia hiburan. Ketika sekarang dia berubah total dari sosok yang kalem menjadi sosok yang lebih “berani”, saya melihat itu sebagai proses dari sosok polos & manisnya anak-anak menjadi sosok yang lebih dewasa. Itu pertama. Kedua,  dia seorang anak korban bullying semasa sekolah dulu. Saat itu dia hanya bisa diam & tidak berani melawan. Ketiga, dia besar dalam keluarga yang broken home. Praktis, perhatian & kasih sayang keluarganya tidak semaksimal anak yang hidup ditengah keluarga yang utuh. Bisa jadi diapun tidak punya tempat untuk berbagi senyaman kita. Dia tidak tahu harus share ke siapa, kemana, bagaimana cara menyelesaikan masalahnya. Bisa jadi she trusts no one now. Keempat, karirnya sekarang juga ga sebagus kemarin-kemarin, mulai sedikit redup. Bisa jadi dia stress karena banyak hal. Memikirkan karir, sekolah, masalah keluarga.

Maaf kalau saya kesannya sok tahu ya temans.. Cuma ingin berbagi, cuma ingin share apa yang ada di pikiran saya saja. Ketika semua mulai membicarakan, mentertawakan, mencaci maki. Cuma 1 yang terlintas di pikiran saya. Kasihan. Ya karena saya melihat dia beyond all those things. Itulah kenapa saya tidak ingin ikut mentertawakan kekonyolan dia ataupun video-video responses-nya. Even dia sendiri santai menanggapi respon publik.

Saya bukan & tidak pernah menjadi bagian dalam dunia selebritis, tapi saya tahu betapa beratnya menyandang gelar selebritis itu. Kalian pikir nyaman keluyuran di mall/cafe dengan paparazzi ada di kiri kanan kalian, kamera infotainment nyolong-nyolong menyorot kalian dari kejauhan, atau tiba-tiba ada yang mendadak menyodorkan microphone menyodorkan pertanyaan untuk konfirmasi padahal kalian lagi pengen santai dengan keluarga?

Ada satu hal yang bisa saya ambil sisi positifnya disini, kalau kita tidak ingin menjadi bahan tertawaan & bahasan publik, mulai pilah & bedakan mana area pribadi & mana area publik. Apapun itu jika area pribadi sudah menjadi konsumsi publik itu juga kurang bagus. Pintar-pintar memilih objek untuk di share ke masyarakat luas. Jika Anda adalah publik figur berarti apapun yang Anda lakukan (baik/buruk) sudah pasti akan disorot oleh masyarakat. Dan jika itu adalah keburukan… selamat, Anda akan menjadi topik pembicaraan masyarakat (meskipun bisa saja Anda ngeles dengan mengatakan, “I don’t care.. Go to hell !!” ). Sekalipun Anda selebritis, pikirkan juga untuk tetap menjaga nama baik keluarga. Karena, apapun yang Anda lakukan keluarga pasti akan tersangkut-paut.

Jadi, siapa bilang jadi selebritis itu selamanya enak? Masih mau jadi selebritis? 😉
*dilempar mikropon & kamera infotainment*

 

 

[devieriana]

 

Continue Reading

Take Me Out Indonesia

Ok, mungkin saya terlambat banget bahas acara (yang katanya reality show) ini. Jujur pertama kali lihat :

“wuiidih, ini acara apaan sih? norak semua pesertanya. Mana dandanannya menor, belum lagi gaya pesertanya ada yang bitchy-bitchy gimana gitu”.

Maafkan saya ya pemirsa kalau ngomongnya agak pedes  *sambil nguleg cabe*.  Tapi ya itulah komentar jujur  saya tentang acara ini.. 😉

Acara yang menampilkan 30 perempuan single usia 20-40 dengan berbagai status. Ada yang single, ada juga yang sudah pernah menikah. Mereka akan memilih 7 pria yang akan diajukan. Kalau the ladies merasa cocok, nyalakan lampu, kalau tidak cocok ya tinggal matikan lampu. Calon yang diajukanpun tidak semua pria dengan fisik sempurna, ada yang ganteng ada juga yang superduper biasa saja. Ganteng itu mutlak, namun tampan relatif, bukan? *disambit uleg-uleg* .

Yang sering bikin saya geleng-geleng kepala itu reaksi perempuan-perempuan ini ketika diminta memilih. Ada saja alasan untuk mematikan lampu atau menyalakan lampu. Kalau yang mematikan lampu mulai dari alasan fisik/dandanan yang kurang OK, bisa juga karena pekerjaan & latar belakang sang pria. Tapi ada juga kok yang sudah sedemikian settle tapi tetap ga ada yang milih. Alasannya pun beragam & kalau menurut saya malah kesannya mengada-ada. Ada di salah satu episode yang menayangkan kebolehan sang pria bermain samurai, ga dipilih dengan alasan  :

“nanti kalau saya menikah trus dipedang gimana dong?”

Hyaelah.. shallow banget sih alasannya bu? Ya masa iya pria-pria itu niatnya mencari jodoh untuk diiris-iris sama samurai sih.. Ga make sense deh.. *jeburin sumur*

Kadang ngeliatnya juga “kasian” sama yang pria. Belum sempat kasih info apa-apa, eh semua sudah langsung mematikan lampu.. Omaigat..  Terus, suka gerah juga sama dandanan para wanitanya. Menor banget, belum lagi bajunya yang seringkali terlalu seksi & terbuka. Episode minggu kemarin malah ada yang keliatan nampang banget. Badan ga begitu langsing tapi roknya udah sepangkal paha, belahan dada juga kemana-mana.. Belum lagi pas di akhir acara dia pakai nari-nari sambil menghentak-hentakkan badannya.. maksudnya apa sih jeng? *bantuin nutupin badannya si mbak itu pakai taplak* .Ya ampun, elegan dikit dong ladies.. Kalian memang berusaha menarik lawan jenis, tapi mbok ya yang classy-lah.

Terlepas dari pro kontranya acaranya Fremantle ini, ratingnya bagus lho. Acara yang banyak menuai komentar sinis ini ternyata masih banyak juga yang nonton ya. Karena apa, ada sesuatu yang bikin penasaran sama acara itu. Tiap minggu pasti ada pemain-pemain baru yang akan dipilih dengan berbagai status & latar belakang pribadi.  Minggu depan malah katanya bakal dibalik, akan ada 30 pria yang akan memilih & beberapa perempuan yang akan diajukan sebagai calon. Kalau saya nih ya.. yang menarik cuma satu..

Choky Sitohang doang.. 😀

choky sitohang

*cipika cipiki sama Choky*

[devieriana]

Continue Reading

Don't Judge the book from it's cover ..

Seringkali kita terjebak & terpesona oleh tampilan luar, fisik yang menarik, kemasan yang aduhai. Padahal belum tampilan luar sebagus isinya & disitulah kita seringkali tertipu. Kadang kita hanya mau menerima seseorang yang sama dengan kita, yang sejajar, yang selevel dengan kita. Mengecilkan keberadaan orang lain yang kita anggap aneh & tak sepadan.

Sebenarnya ini adalah posting lama di blog saya, yang menceritakan tentang seorang unemployment bernama Susan Boyle, seorang wanita usia 47 tahun yang nekad mengikuti ajang pemilihan Britain Got Talent 2009. Jika melihat tampilan fisiknya yang “enggak banget” siapapun bakal mikir, “dih, emang situ bisa apa sih? Apa? nyanyi? Yakin suara kamu bagus? Kagak kalah bagus sama kaleng rombeng?”, sambil melihat dengan sinis dari atas kebawah. Sama halnya dnegan kita yang saat pertama kali memandang seseorang yang di mata kita kurang ok, aneh, atau pandangan underestimate yang lain, banyak kalangan yang mencibir & meremehkan penampilan Susan yang jauh dari cantik (jika kita melihat dengan ukuran & kacamata calon artis, calon superdiva, calon selebritis, calon mahabintang atau superstar yang idealnya ya pasti dari segi fisik ada selling point-nyalah : cantik, langsing, enak dilihat, fabulous).

Tapi apa yang terjadi setelah beberapa waktu mereka merendahkan Susan? Membuat komentar miring, mentertawakan, dll. Apa reaksi mereka ketika Susan mulai menyanyi? Ekspresi mereka bukan hanya ternganga, kagum, tapi juga sampai rela memberikan standing applause untuk suaranya yang dahsyat, tak terkecuali para juri yang tadinya juga memandang sebelah mata. This reality show was so inspiring. Menyadarkan mata banyak orang bahwa tak selamanya yang terlihat buruk itu pasti buruk. Tak selamanya seseorang yang berpakaian kumal, sangar & bertato itu pasti penjahat. Tak selamanya orang yang lemah itu terlihat selemah apa yang kita sangka.

Belajar menerima seseorang in a whole package, lengkap dengan segala kelebihan & kekurangannya. Karena dibalik kekurangan pasti ada kelebihan yang kita tidak sangka-sangka.

[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=deRF9oEbRso&hl=en_US&fs=1&rel=0]

I dreamed a dream in time gone by
When hope was high and life worth living
I dreamed that love would never die
I dreamed that God would be forgiving

Then I was young and unafraid
And dreams were made and used and wasted
There was no ransom to be paid
No song unsung, no wine untasted

But the tigers come at night
With their voices soft as thunder
As they turn your hope apart
As they turn your dreams to shame

And still I dream he’d come to me
That we would live the years together
But there are dreams that cannot be
And there are storms we cannot weather

I had a dream my life would be
So different from the hell I’m living
So different now from what it seemed
Now life has killed the dream I dreamed

(I Dreamed A Dream – Les Miserables)

gambar dipinjam dari sini

Continue Reading

Jubing Kristianto : Gundul-Gundul Pacul

Kalau bicara tentang master guitar Indonesia, pasti ingatan kita akan langsung tertuju pada pria ramah & mumpuni di bidangnya, yaitu Jubing Kristianto. Salah satu hits terbarunya yaitu lagu Gundul-Gundul Pacul .

Sudah lama sekali saya tidak bertemu lagi dengan beliau. Terakhir bertemu ketika beliau mengundang saya di acara pameran lukisannya Susilowati Natakoesoemah di Hotel Four Season tempo hari, sekalian menyaksikan beliau tampil secara bersama WS Rendra.

Kemarin waktu iseng-iseng searching di youtube, kok “ketemu” lagi sama bapak satu ini. Permainan gitarnya seperti biasa selalu berhasil mencuri hati. Cantik! Indonesian soul-nya kena banget. Apalagi ketika kita mendengarkan lagu Gundul-Gundul Pacul ini. Oh ya, permainan gendangnya juga nggak kalah keren lho.. 🙂

Keep up the good works ya, Pak.. 🙂

Continue Reading