Tanpa Senandika..

Hujan, sepi, senyap
Menggigil melawan rindu yang tak jua menepi
Aku tak pernah berlari meninggalkanmu !
Pun melangkah menjauhimu..

Aku, masih disini….
Mengurai lembar demi lembar hujan menjadi kenangan tentangmu
Menatap bulan merah jambu di atas langit Jakarta abu-abu
berharap ilham pada setiap bulir air yang jatuh
bergantung pada asa yang rapuh dan kenangan yang menjauh

Namun, tak sebaris senandika pun birama ku buat
Apalagi sebentuk sonata
tentang interlude rindu tanpa jeda
tentang serpihan janji-janji usang di waktu luang..

Ya, nyatanya aku tak pernah mampu memanah waktu
Ragaku terlalu penat hingga tak lagi sempat..
Melenyap hasrat bersama asa yang tak lagi pekat
membawa pergi jiwa yang lengas dalam kemarau kata yang meranggas

[devieriana]

You may also like

10 Comments

  1. @Warm : hihuhihhi.. aslinya ini udah ada di draft kok. Jadi ini menceritakan tentang seseorang yang nggak bisa lagi memberikan waktu lagi ke pasangannya bahkan untuk menulis selarik kata saja #:-s
    Tragis ya, saking sibuknya itu :). Bukan sayaaa.. bukan sayaaa..kalo saya malah kebanyakan waktu ;)). Ini fiksi :)>-

  2. ceritanya kecapekan sampe ndak sempat ngalem – ngalem yo mbak ;)) ;))

    fiksi kadang nyrempet kehidupan nyata lho πŸ˜€

  3. @plukz : lha ya itu tepat. Eh bukan akuuu.. :)). Salah semua deh kaliyan, menuduhku demikian :)). Justru kami alhamdulillah banyak waktu luang. Apalagi saya..kebanyakan waktu luang malah ;)). Nulis beginian ini nggak selalu kehidupan pribadi lho, justru aku terinspirasinya dari mengamati temen, trus tak tulis disini ;))

  4. kenapa aku tidak pernah ahli dlm menerjemahkan puisi, ya? =,=’
    nyerah, mbaakk… bahasanya ketinggian. *nangis guling2*

  5. @Juminten : sebenernya sama, lebih gampang bikinnya kalo aku sih. Jyaah, gampang?! ;))

  6. @Yessi : tentang orang yang udah nggak punya waktu lagi buat pasangannya, jeung πŸ˜€

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *