Nyanyian Hujan

Diantara padatnya lalulintas Jakarta menjelang akhir pekan, saya semobil bersama teman kantor saya menyelusuri sepanjang jalan raya dari Jl. Veteran, kant0r saya, menuju ke arah Cililitan. Sebelum akhirnya saya turun untuk ganti angkutan umum yang akan membawa saya ke Duren Tiga karena teman saya beda arah, belok ke Halim.

Ditengah hujan deras yang selama beberapa hari membasahi Jakarta, saya termangu-mangu dalam Kopaja 57 yang sore itu berjalan terseok-seok karena jalanan memang sedang macet total. Didepan Kalibata Mall mata saya tertuju pada dua sosok anak perempuan kecil yang berlari tergopoh-gopoh dengan tubuh basah kehujanan & tanpa alas kaki menaiki bus yang saya naiki sambil menenteng ukulele (gitar kecil) dan barang yang ketika saya perhatikan adalah beberapa pipa paralon yang diikat jadi satu dengan ujung-ujung pipanya ditutup dengan karet hingga menyerupai perkusi.

Si kakak (saya sebut saja begitu) memainkan ukulele dengan cukup mahir. Lumayan menghibur ditengah kemacetan lalulintas yang bikin bete ini. Permainannya pun cukup solid, hampir tidak ada nada fals, yang terdengar kecuali ada beberapa nada yang ketika dia menyanyi suaranya kurang sampai. Tapi kalau untuk ukuran anak-anak jelas kemampuan gadis yang saya perkirakan usianya sekitar 12 tahunan itu cukup bagus. Sedangkan si adik yang saya perkirakan usianya sekitar 5-6 tahunan memainkan perkusi dengan cukup.. wow.. saya sampai menoleh hanya untuk memperhatikan dia memainkan perkusi yang terbuat dari kumpulan pipa bekas itu. Perkusi itu terdiri dari 2 pipa besar, 1 pipa sedang, dan 1 pipa kecil. Semuanya berwarna putih gading, tiga diantaranya ditutup dengan selaput karet berwarna hitam. Sedangkan pipa yang paling kecil ujungnya ditutup dengan bahan entah apa namanya tapi ujungnya diberi semacam kawat yang jika ditekan ke lapisan penutupnya akan menimbulkan bunyi yang keren banget (menurut saya). Jadi kalau keempatnya ditabuh bersamaan akan menghasilkan sebuah harmonisasi macam musik keroncong. Bagus deh.. eh atau saya yang berlebihan ya? Ah, enggak ah.. untuk ukuran anak jalanan, anak perempuan, masih piyik baru netes begitu sih permainan mereka cukup baguslah..

Lagu pertama yang dibawakan dengan nuansa pop keroncong itu Mau Dibawa Kemana . Si adik yang berperawakan kecil dengan baju lusuh yang basah kuyup itu menabuh sambil sesekali berhenti. Dia duduk disamping saya, sehingga saya bisa memperhatikan dengan detail sosok si adik. Entahlah, mungkin karena dia sudah lelah atau bosan sudah seharian menemani kakaknya mengamen? Sementara si kakak relatif semangatnya lebih stabil. Ya mungkin karena dia lebih ada tanggung jawab untuk menyelesaikan lagu yang dibawakan supaya hasil mengamen di bis itu maksimal ya. Entahlah, saya hanya bisa menduga-duga.

Lagu kedua yang dibawakan sepasang bocah ini, masih dengan nuansa pop keroncong, adalah Pelan-Pelan Saja . Saya diam-diam menangkap kelelahan di wajah si adik. Saya yakin bukan hanya lelah secara fisik, tapi bahkan mungkin lelah juga secara batin. Untuk hasil yang tidak seberapa itu mereka harus rela berpanas-panas maupun berhujan-hujan. Belum lagi jika masih kena palak preman. Ah, tentu bukan hal yang ringan untuk kalian menjalani kehidupan jalanan macam ini ya, Nak? batin saya. Seharusnya kalian jam segini dirumah, istirahat sambil mengerjakan PR, menonton tivi, bermain boneka atau halma..

Ah, kehidupan ibukota memang tak seramah yang kita kira. Siapapun yang tidak bisa bertahan hidup didalamnya tentu akan mati kelaparan dengan sia-sia. Bahkan untuk anak-anak dibawah usia macam kalianpun harus berjuang sendiri untuk bisa bertahan di ibukota. Saya tahu orangtua kalian tentu bukan pula sengaja memberikan kehidupan keras macam ini untuk kalian. Namun keadaanlah yang memaksa kalian harus berjuang sendiri jika ingin bertahan hidup diantara gilasan roda kehidupan di Jakarta. Semoga akan ada masa depan indah yang menanti kehidupan kalian kelak ya. Gumam saya sambil mengiringi sodoran bekas kantong permen kearah saya dan penumpang lainnya.
” Terimakasih.”, ujarnya lirih termakan deru mesin bus kota..

Dan sayapun tersenyum manis kearah gadis kecil itu sambil mensyukuri kehidupan masa kecil saya yang berjalan indah & normal.. Alhamdulillah..

[devieriana]

gambar saya pinjam dari sini

Continue Reading

Serem, ah!

Dari dulu saya nggak pernah hobby nonton film horror maupun thriller. tapi kalau thriller masih bisa saya ikuti, masih bisa saya tonton walaupun nggak ngefans samasekali. Tapi kalau horror, walaupun dibayarin, nggak bakal saya mau nonton. Wong waktu kecil saya lihat film unyil atau film kartun yang ada adegan nenek sihir aja saya takut kok :)). Kalau habis nonton film bernenek sihir pasti kalau mau tidur lihat ke kolong tempat tidur dulu :)). Itu baru cerita anak-anak ya, apalagi film beneran yang melibatkan manusia. Makasih deh, mending enggak, ha5x. Konyol kan? Ya, emang ;))

Kalau dulu nih yang namanya film bergenre horror ya sudah horror aja. “Tugasnya” adalah bikin penonton merinding, ketakutan, ngeri dan jejeritan. Ada sih jamannya Suzana, memang masih agak-agak dibumbui adegan seksi-seksi yang di jaman itu dianggap agak vulgar. Lha tapi kalau film itu ditonton lagi sekarang jelas nggak ada apa-apanya. Film horror sekarang itu itu seksi. Horror itu vulgar. Horror itu semi xxx. Setidaknya itu kesimpulan awam saya tentang film horror yang lagi “trend” disini.

Kenapa nggak strict kalau memang genrenya horror ya sudah main horror aja. Kenapa harus dicampuradukkan dengan adegan film xxx? Nonton film horror kok jadi berasa nonton film semi bokep. Para hantu seharusnya tersinggung karena kengerian mereka harus dicampuraduk dengan keseksian para pemainnya yang umbar adegan “bupati” & “sekwilda”.

Pertama kali saya dengar ada film yang judulnya Suster Keramas saja saya sudah geli. Maksudnya ingin menyajikan “sekuel” Suster Ngesot yang ngeri habis itu kali ya. Jadi dibuatlah judul serupa tapi nggak pakai ngesot, melainkan keramas. Sempat saya becandain, “abis ini ada film Suster Mandi Junub deh kayanya..” ;)). Herannya kenapa lagi-lagi harus profesi suster sih? Nggak adakah yang bisa dibuat lebih menyeramkan lagi? Misalkan calak, kondektur, mantri suntik, atau apalah situ? Yang setelah ditonton ternyata.. menyeramkan sih iya. Agak. Tapi kehadiran bintang jav Rin Sakuragi yang beberapa kali di syut dalam dalam keadaan setengah telanjang itu membuat kadar kengeriannya menurun drastis.

Itu pertama, film berikutnya yang seolah tidak mau kalah menghorrorkan diri adalah Diperkosa Setan & Hantu Puncak Datang Bulan. Ini apa sih maksud & motivasi pembuatan filmnya? Heran deh. Ketika iseng saya tonton trailernya kok banyak adegan begitu-begitunya. Ini sebenarnya niat nggak sih bikin film horror? Apa iya bikin film hanya untuk alasan memenuhi permintaan/selera pasar? Bikin film hanya untuk mengeruk untung sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan muatan moral bagi penontonnya? Masa iya orang-orang kita lebih suka nonton film horror kamuflase macam begitu sih? *thinking*

Kalau biasanya saya suka menyertakan video/youtube. Untuk kali ini saya nggak mau menyertakan videonya ah. Males.. :p

[devieriana]

gambar dari sini

Continue Reading

Penjara Hati

Terlena tarian gemulai
terbuai gending laras smarandhana..
diantara kidung rembulan ranum keperakan
pada helai dinginnya jelaga malam
sendiri terjebak di alam keluh & bimbang

Dekat membunuh, jauhpun demikian
Penjara ku dalam gamang tak berkesudahan

Andai mampu ku lawan hasrat
mungkin tak seperti ini
jalani cinta separuh jiwa
separuh untukmu & separuh (lagi) untuknya
cinta semu & cinta sejati
cinta sejati yang tak kunjung tumbuh
dan cinta semu yg dipertuhankan

Ingin kuberlari tanpa langkah
menjejak tanpa bekas
terpasung jadi sampah
pelan membunuhku dalam sepi & bungkam

hanya ada satu titik yang (kan) mengusaikan..



[devieriana]

Continue Reading

Writer's Block (II)

Setiap kali saya menempati posisi atau pekerjaan baru, pasti ada sesuatu yang mendadak hilang sejenak. Mendadak buntu, mampet, bak hidung pilek, mau nafas aja susah bukan main, megap-megap nafas pakai mulut (yah, dia malah membahas influenza). Maksud saya, roh menulis saya kabur, menghilang sejenak dan akan kembali lagi entah kapan, sekehendaknya dia..

Seperti sekarang, sudah hampir seminggu saya di “rumah baru”, yang namanya ide menulis mendadak buntu. lagi-lagi saya mengalami “writer’s block”. Aib? Enggak juga sih. Wajar dialami para bloggerwan & bloggerwati :D. Ini juga bukan pertama kalinya. Jadi saya sudah sedikit “kenal” dengan gejala si writer’s block ini.

Padahal kalau sekalinya ada ide, bisa lebih dari 3 tema & biasanya saya selamatkan dalam bentuk draft notepad yang saya simpan di laptop atau flashdisk berjaga-jaga jika suatu saat saya mengalami kebuntuan ide menulis. Biasanya sih berhasil. Tapi nggak tahu kenapa yang sekarang kok blas nggak bisa mengolah kata samasekali. Ide sudah ketemu nih, sudah ada konsepnya, tinggal mengembangkan saja. Gitu kok ya tetep aja nggak bisa berkembang jadi satu tulisan.

Kemarin waktu share sama temen blogger juga bilang, “jangan hanya terpaku pada satu gaya penulisan aja say. Kamu kan sukanya menulis artikel. Coba kembangkan jadi tulisan yang lain, fiksi, puisi, atau apalah.. you know what I mean..”. Jangan salah, itu sudah saya lakukan tapi gagal maning, gagal maning 🙁 .

Jangankan menulis artikel, menghasilkan cerita fiksi, puisi pendek sederhanapun tidak bisa saya lakukan. Benar-benar mati gaya. Tapi uniknya hal ini selalu terjadi di awal-awal pekerjaan baru. Kalau sekarang, bukan hanya pekerjaan baru tapi juga situasi & lingkungan baru yang saya belum tahu celahnya. Kalau di kantor lama kan saya sudah kenal pekerjaannya, bisa internetan sepanjang hari. Tapi bukan berarti saya kerjaannya internetan sama ngeblog melulu ya, ha5x. Tapi saya tahu kapan memanfaatkan mood menulis saya. kadang dirumah masih suka menulis tapi kan kalau sudah capek suka males ya. Lebih banyak malesnya justru ;)). Lha kalau sekarang, semuanya serba berbeda. Pekerjaan yang saya tangani juga baru buat saya. Lingkungannya sebenernya kondusif banget, cuma saya masih sungkanlah. Masa kerjaannnya ngeblog melulu. Biasalah, anak baru jaim dikit *nyisir poni*.
Becanda..

Ya begitulah, kali ini saya cuma mau curhat aja, lagi nggak bisa menulis artikel. Nggak ada ide. Eh, ngakunya lagi nggak ada ide, tapi malah bisa posting tulisan ya? Apakah ini berarti saya sebenarnya sedang tidak terserang writers block? :O

[devieriana]

gambar dari sini

Continue Reading

(Bukan) Negeri Dongeng

Disclaimer : tulisan ini diilhami oleh sebuah curhat seorang teman yang menurut saya inspiratif  🙂 .

Siapa sih yang waktu kecil nggak kenal sama cerita putri-putri cantik & pangeran tampan dari negeri Disney, macam Cinderella, Snow White, Beauty and The Beast, atau cerita-cerita dengan perfect ending lainnya? Sempat mikir nggak kalau cerita-cerita dongeng seperti inilah yang akhirnya “meracuni” otak perempuan untuk terus berkhayal tentang sosok sang Prince Charming? Mengkhayalkan hadirnya sosok lelaki sempurna yang keren, berkarir cemerlang, kaya, baik hati, rajin menabung, suka berkebun, berkemah, berlatih semaphore & tali temali? lah jadi Pramuka.. ;)).Saya aja dulu kalau nonton cerita putri-putrian yang endingnya romantis, happily ever after gitu suka dengan mulut ternganga, sambil khayalan terbang kemana-mana Maksudnya berkhayal saya yang jadi putrinya, trus nanti ada pangeran tampan yang bakal menikahi saya gitu.. Ya gapapalah namanya juga masih kecil ya, wajar. Lha kalau sekarang saya masih mikirin yang kaya begitu nggak nikah-nikah kali sayanya. Tapi bukan berarti kalau saya menikah karena nggak ada pangeran manapun yang mau sama saya ya. Ya memang iya sih.. *histeris*. Ya yang pasti karena sudah ada seleksi alam yang akhirnya menyatukan kita dengan seseorang.  🙂 .

Itu kalau khayalan perempuan ya, sedikit berbeda dengan kaum lelaki, mereka punya sosok ideal yang disebut “cantik” secara lebih real, bisa ditunjukkan keberadaannya dengan jelas seperti sosok siapa, contohnya Dian Sastro, Pevita Pearce, Luna Maya, Mulan Jameela atau ikon-ikon cantik lainnya. Tapi pada umumnya kaum lelaki jauh lebih realistis. Artinya, meskipun mereka punya atau memimpikan sosok ideal, tapi mereka sukup sadar kalau itu semua di luar jangkauan mereka. Dengan demikian mereka lebih pasrah dan mau menerima siapapun sosok yang lebih realistis untuk menjadi pasangan hidup mereka 😀 .

Logikanya, kalau dunia ini hanya dipenuhi oleh perempuan cantik dan lelaki tampan, semuanya sukses, kaya, dan  berkarir cemerlang, lha terus yang tidak cantik , tidak tampan, tidak punya karir cemerlang &  tidak kaya mau dikemanakan? Disuruh tenggelam aja di laut? Nggak kan? Ayolah, kita bukan hidup di negeri dongeng. Kadang kita jatuh cinta justru dengan orang-orang yang tidak sempurna, jauh dari sosok ideal kita dulunya. Nggak ada yang salah dengan cinta. Kita juga tidak mungkin menahan diri lantaran kita jatuh cinta dengan orang-orang yang bukan standar massa kan?

Hidup juga tidak selalu seperti cerita dongeng atau film Hollywood yang berakhir bahagia dengan dua tokohnya yang berciuman mesra. Hidup kita juga kan skenario film atau panggung broadway dengan peran-peran tertentu dan orang lain yang jadi penontonnya plus berhak me-rating apakah bagus, sedang atau jelek.

Orang lain kadang “menetapkan” tuntutan & standar tersendiri yang menjadi ukuran baik/buruk seseorang. layak atau tidak untuk menjadi pasangan kita. Tapi balik lagi, yang akan menjalani hidup selanjutnya kita sendiri juga kan? Jadi kalau memang kita sudah mantap, sudah merasa sesuai dengan calon pasangan kita ya go a head. Sekaranglah saat bagi kita untuk melepaskan diri dari “penjara” tuntutan- tuntutan atas hidup kita. Karena yang bertanggung jawab atas apapun yang terjadi dengan kita adalah diri kita sendiri. Apakah nantinya kita akan bahagia atau tidak bukan orang lain yang menentukan tapi kita sendiri.

Lagi pula, ukuran kebahagiaan bukan hanya diukur dengan fisik atau materi, kan? Fisik bisa luntur seiring dengan usia, materi juga bisa dicari kan? Kalau sudah rezeki nggak akan kemana-mana kok. Kan semua sudah ada yang mengatur, bukan? 🙂 . Jodoh adalah masalah waktu, someday you will meet a wonderful guy and get your very own happy ending. Every movie we see, every story we’re told implores us to wait for it. Saat seorang memang ditakdirkan untuk kita, dia akan datang dengan sendirinya tanpa diundang & kita rencanakan. Happiness is entirely a state of mind.

[devieriana]

Continue Reading