Diatas Langit Masih Ada Langit ..

Yang namanya manusia pasti nggak luput dari yang namanya sombong. Sudah manusiawi itu. Ketika sedikit saja merasa dirinya lebih baik dari yang lain pasti bibit-bibit kesombongan mulai muncul di hati masing-masing. Eh, saya lagi nggak ngomongin siapa-siapa kok, lagi ngomongin diri sendiri 😀 . Lagi pengen kontemplasi aja seperti biasa. Perenungan yang saya dapat dari hal-hal yang seringkali luput dari mata kita.

Jadi, ceritanya ada seorang ibu yang ketemu sama saya di lobby waktu ngurus kelengkapan & pemberkasan cpns. Dengan begitu bangganya dia menceritakan seluruh prestasi & kehebatan si anak. Yah, saya pikir wajarlah. Karena ketika seorang anak berprestasi pasti nama baik orangtua akan ikut terangkat. Karena itu juga akan menunjukkan bagaimana perjuangan orangtua mendidik & menjadikan anaknya sukses. Walaupun itu juga sebagian besar karena kerja keras anaknya sendiri, karena ketika berjuang, orangtua hanya mendukung, mendoakan, mensupport dari belakang sementara sang anak berjuang sepenuh tenaga mencapai apa yang dicita-citakan.

Saya sendiri ketika mencita-citakan sesuatu selalu berusaha melihat kemampuan saya sendiri. Karena hanya saya yang mampu mengukur kapasitas & kemampuan saya sampai mana. Nggak kan ngoyo kalau saya merasa nggak mampu. Orangtua pun sifatnya hanya mendukung untuk apapun yang saya cita-citakan, apapun yang saya lakukan selama itu baik & bermanfaat buat saya kedepannya. Tutwuri handayani, gitulah 😀 .

Kemarin, ibu yang saya temui di lobby itu bercerita dengan semangat ’45 tentang anaknya yang asisten dosen, yang lulus dengan IPK cumlaude, yang pas cpns selalu melampaui test interview. Intinya aanaknya itu pinteer & dia sangat bangga sama anaknya. Iyalah, wajar. Sayapun kalau jadi dia mungkin juga sama rasa bangganya sama anak saya. Tapi mendadak ilfil ketika dia mulai meremehkan, mengecilkan orang lain seolah hanya anaknyalah yang paling hebat diantara semuanya. Saya yang waktu itu ditanya IPK-nya berapa & lulusan mana harus menelan hampir seluruh kesabaran saya ketika  jawaban-jawaban saya berujung pada nada yang seolah bilang.. ” it’s ok. But sorry, you loose, darling”. Tahu gitu saya nggak usah jawab kali ya 🙂 .

Seperti misal tentang IPK, responnya bikin males banget, ” Oh, anak saya IPK-nya lebih tinggi dari mbak, 3.8. Kalau mbak berarti nggak nyampe 3.8 dong ya..”. Bu, kalau IPK saya nggak nyampe 3.8 ya berarti lebih rendah dari anak ibu. Paham kok, nggak perlu dipertegas lagi..

Atau pas nanya lulusan mana, ” Oh, lulusan Unibraw.. anak saya Unpad lho..”. Hmm, masalahnya dimana ya? Toh sama-sama negeri kan?

Atau pas nanya saya sekarang kerja dimana, ” Oh di Telkomsel.. Kalau anak saya udah asisten dosen.. sebenernya dia udah ditawarin kerja ikatan dinas di Unpad tapi dianya nggak mau..dengan alasan.. bla..bla..bla..”. Nih ya bu, saya mah yang penting alhamdulillah udah kerja, dapet gaji, and I love my boss.. eh my job.. Rejeki orang kan beda-beda. Emang kalau jadi asisten dosen itu gengsinya lebih tinggi gitu ya?

Baru agak kesekaknya disini  : ” anak saya itu udah nyoba cpns kemana-mana & alhamdulillah semuanya melampaui tahap interview, mulai departemen ini, departemen itu, depdagri, deplu, dll.. kalau tes tulis sih selalu lulus semua deh.. Sampai bingung mau konsen ke yang mana. Ini aja pas lolos disini ya udah saya suruh konsen kesini aja. Kalau mbaknya udah nyoba berapa kali & berapa yang lolos?”. Kali ini suami saya yang jawab, ” alhamdulillah cuma sekali doang & langsung lolos bu..”. Aduh, sebenernya saya pengen ngikik-ngikik denger jawaban suami. Maafkan suami saya ya bu.. harusnya saya jawab ” saya udah nyoba berkali-kali nyoba test cpns & hanya ini yang lolos.. ” 😆

Saya sih paham betul, mungkin beliau overexcited dengan kepandaian & keberhasilan anaknya. Ya iyalah wajar, anak perempuan, masih muda, pinter, sekarang diterima di instansi yang sama kaya saya. Wajib bangga. Tapi kebanggaan itu akhirnya membawa dia jadi sedikit pongah, mengecilkan arti & keberadaan orang lain. Makanya tadi saya sms mama buat sekedar ngingetin kalau emang mama/papa ditanya sama orang tentang kami (saya & adik-adik saya), berceritalah sewajarnya. Jangan over excited, jangan sampai mengecilkan orang lain, ikutlah berbangga ketika orang lain juga bercerita tentang kelebihan anak-anaknya. Intinya jangan berlebihan. Kita nggak pernah tahu apakah orang lain yang dengar cerita kita juga sama excited responnya seperti saat kita saat menceritakannya. Kita nggak pernah tahu apakah orang lain juga sama tertariknya mendengar cerita kita. Karena tak jarang maksud mereka hanya sekedar ingin berbasa-basi 🙂

Jadi keywordnya adalah.., jangan lebay, diatas langit masih ada langit. Itulah perenungan bagus saya dapat hari ini.  😀

 

 

Continue Reading

Pemenang Rose Heart Writing Competition 2009

By : Risa Amrikasari

Tak mudah untuk menentukan manakah tulisan yang “layak “masuk dan mana yang tidak. Tak mudah karena tema yang dibahas tak tunggal. Masing-masing penulis muncul dengan temanya masing-masing. Apa yang diangkat dan dibahas pun sangat eksperiensial. Sangat tergantung pada konteks dan latar belakang pendidikan.

Tak mudah juga karena gaya penulisan masing-masing penulis berbeda. Ada yang bermain dengan cerita, tuturan. Ada yang mencoba bermain dengan opini atau konsep. Dan ada yang betah dengan refleksi. Perbedaan itu menentukan mutu sebuah tulisan. Perbedaan itu menentukan menarik-tidaknya sebuah tulisan. Perbedaan itu menentukan dalam-tidaknya sebuah tulisan.

Meskipun demikian, kebanyakan penulis berbicara tentang perempuan, baik itu sebagai tokoh sentral (pencerita), maupun sebagai objek (bercerita tentang orang lain). Persoalan-persoalan perempuan diangkat di sini. Seks, gender, tubuh, stigma, dan lain-lain. Ada yang mengangkat persoalan itu dengan cara yang menarik dan tegas. Ada yang sedikit lebih dalam. Tapi ada juga yang biasa-biasa saja.

Karena ketaksamaan tema, gaya penulisan, dan ketajaman pembahasan, catatan dari saya ini bukanlah kata akhir. Kriteria yang saya pakai adalah tema yang diangkat, gaya penulisan, ketajaman eksplorasi dan eksplanasi, dan kedekatannya dengan pengalaman atau kekonkretan.

Mungkin ada tema yang kelihatannya menarik dan ”berisi” (berbunyi akademik atau intelektual). Tetapi jika yang diangkat adalah konsep, bukankah sebaiknya kita membaca buku atau artikel yang panjang ulasannya daripada sebuah tulisan yang pendek, yang pada gilirannya meninggalkan pertanyaan yang tak selesai? Bukankah yang kita butuhkan adalah penerjemahan konsep?

Mungkin ada tema yang kelihatannya sederhana dan biasa-biasa saja. Tanpa ditulis dan dibukukan pun orang sudah tahu. Tapi mengapa diangkat dan dibukukan? Karena persoalan yang diangkat itu “dekat sekali” dengan pengalaman nyata. Gaya penyampaiannya pun ”dekat sekali” dengan pengalaman nyata. Sehingga ada keterwakilan emosi di situ. Bukan sebuah konsep yang jauh di atas sana. Bukan sebuah konsep yang untuk memahaminya orang membutuhkan waktu yang tak sedikit. Sederhananya begini. Kita sudah capek menghadapi berbagai kerumitan persoalan hidup. Otak kita sudah dijejali dengan berbagai hal rumit. Sehatnya, segera setelah itu kita ”istirahat”. Dan ”istirahat” yang cocok adalah yang ringan-ringan saja.

Sementara persoalan penulisan yang baik dan benar, alias mengikuti aturan ejaan yang disempurnakan, tak saya persoalkan. Walaupun para penulis tak menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tak memperhatikan konstruksi kalimat yang benar, dan tak menaruh perhatian pada logika dan rasa bahasa, saya tak persoalkan.

Berdasarkan penilaian dan keputusan para juri yang terdiri dari :
1. R. Dwiyanto Prihartono, SH – Praktisi Hukum dan Aktifis HAM
2. Gabriel Goran – Redaktur Tabloid Genie
3. Dino Musido – Jurnalis Harian Merdeka

Maka dengan ini diputuskan :

Juara Pertama:
The Transformed Me – karya Devi Sutarsi

Pemenang berhak mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp. 1,500,000,- (Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah).

Ini cerita yang layak dibaca orang. Judul itu sangat padat dan indah (saya yakin, itu bukan sekadar berindah-indah). Mengapa indah? Karena transformasi. Dan saya berharap si penulis ini sadar bahwa dia bertransformasi dan bukan sekadar berubah. Bahwa dia bisa mempertanggungjawabkan mengapa dia menggunakan kalimat “The Transformed Me” dan bukan “The Changed Me”. To be transformed dan to be changed adalah dua hal yang berbeda. Jangan kira itu sama.

Omongan Gadamer (filsuf besar) dalam bukunya yang berjudul Truth and Method berikut ini bisa memperjelas keduanya. “Tranformation is not change. A change always means that what is changed also remains the same and is held on to. But transformation means that something is suddenly and as a whole something else…what existed previously no longer exists. But also that what now exists is what is lasting and true.” Kalimat terakhir dari penulis ini, Aku pernah menjadi ibu yang lalai. Dan aku ingin menebusnya, adalah sebuah ungkapan transformatif. Ungkapan itu adalah klimaks dari sebuah rangkaian transformasi.

Juara Kedua:
Dimana Pria Saat Wanita Membutuhkannya? (catatan hati seorang suami) – karya Kahar S. Cahyono

Pemenang berhak mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp. 1,250,000,- (Satu Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).

Ini sebuah renungan yang sangat sederhana. Tampak seperti biasa-biasa saja. Tak ada yang baru. Tak ditulis dan diterbitkan pun tak apa. Tapi tulisan ini menarik. Yang menarik di sini adalah ketulusan dan kerendahan hati. Sebuah ungkapan saling menghormati. Dalam rumusan yang lain, cerita ini menunjukkan apa artinya sebuah komunitas. Keluarga adalah sebuah komunitas. Prototipe sebuah komunitas dunia. Komunitas itu selalu berdiri di atas komunikasi. Dan komunikasi itu, dalam metafisika William Desmond—ahli metafisika—adalah ”being with”. Itulah artinya intimasi.

Juara Ketiga:
A Beautiful Mind – karya Devi Eriana Safira

Pemenang berhak mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp. 1,000,000,- (Satu Juta Rupiah).

Judulnya menarik. Saya tidak tahu apakah penulis lebih dahulu menonton film Beautiful Mind yang dibintangi Russel Crowe sebelum menulis curahan hatinya ini atau tidak. Saya anggap sudah. Kalau dia sudah menonton film He’s Just Not That Into You, besar kemungkinan dia sudah menonton film Beautiful Mind. Tapi saya tidak akan mempersoalkan keterkaitan isi film dan judulnya (Beautiful Mind) dengan isi tulisan dan judulnya (A Beautiful Mind). Bukankah ada lagu yang tak nyambung dengan judulnya? Yang menarik di sini adalah keberanian untuk membongkar diri dan menunjukkan kehadirannya yang total berbeda dengan orang lain di tengah arus umum. Kata Paul Tillich, salah seorang teolog, mesti ada courage to be untuk mempertegas diri dan merangkul nilai. Jika tidak, orang akan jatuh ke dalam anonimitas dan keseragaman. Dalam anonimitas dan keseragaman itu, orang bukan lagi pribadi. Orang sudah menjadi massa. Padahal, orang mesti menjadi pribadi. Tulisan ini, lebih tepatnya, adalah sebuah refleksi atas apa artinya menjadi “pribadi”.

Sedangkan untuk Pemenang Favorite yang juga merupakan hasil pilihan para juri adalah :

1. Destined to be A Woman – karya Ekawati Indriani P

2. Saya – karya Lala Novrinda

3. Wanitakah Pemicu Korupsi – karya Dewi Susanti

Pemenang berhak mendapatkan hadiah hiburan masing-masing Rp. 300,000 (Tiga Ratus Ribu Rupiah).

Congratulations to all the winners! You did a great job!

Buat sahabat yang belum berhasil menjadi pemenang dalam kompetisi ini, jangan putus asa, mari kita berlatih lebih giat lagi agar karya kita menjadi lebih baik lagi.

Seperti janji saya sebelumnya, semua karya yang masuk akan dibukukan dan diterbitkan dengan catatan segala perbaikan yang harus dilakukan akan dilaksanakan dan di dalam milist RHW 2009 (rhw2009@yahoogroups.com) anda akan dibimbing oleh Bang Gabriel Goran dan Bang Jacobus yang akan menjadi editor dari buku kita ini, agar artikel anda semua lebih menarik dan ‘layak jual’!

Mohon maaf atas keterlambatan pengumuman ini, Jakarta gitu loh! Kalau hari Jumat dan hujan, macetnya waduuuuuhh… parah! Selain itu, kepadatan jadwal kerja saya hari ini membuat saya hanya bisa mengakses internet atau facebook dari blackberry saya. Kepada para pemenang, silahkan kirim nomor rekening anda untuk pengiriman hadiah.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama, saya akan mengadakan Launching buku ‘Especially for You’, saya berharap para peserta yang berada di Jakarta bisa hadir di acara tersebut karena saya juga akan berbicara mengenai kompetisi dan rencana penerbitan buku kita ini.

Thank you and love you, all! Muach!

sumber tulisan dari sini

[devieriana]

Continue Reading