Kisah Hidup dalam Sebuah Taksi

Hari ini setelah seharian diterpa “badai” telpon komplain, emailing & negosiasi sana-sini ditambah curhatan masal dari seluruh Indonesia tentang THR & teman-temannya akhirnya baru bisa pegang kerjaan sendiri sekitar jam 14.00, itupun sudah dengan “hawa” kurang bersemangat & pengen pulang, lantaran sudah terlalu sore untuk mulai kerja sementara pikiran & energi saya sudah tercurah untuk mengurusi tetek bengek masalah hak & kewajiban anak-anak saya sejak pagi.

Berhubung hari ini saya & suami ada buka bersama di kantor masing-masing jadi ya nggak bisa pulang bareng. Okelah tak apa, dan sayapun memutuskan untuk naik taksi. Lumayan kan bisa sedikit rileks.

Ternyata driver taksi yang saya tumpangi termasuk orang yang suka ngobrol. Awalnya saya pikir, “ah.. bapak ini cuma pengen basa-basi aja kali ya..”. Tapi ketika saya sadar bahwa dia nggak bisa berhenti ngobrol, akhirnya sayapun mulai mengkonsenkan diri dengan obrolan pak supir yang ternyata asli Cilacap (Jawa Tengah) itu.  Sebenarnya ini bukan kali pertama saya diajak ngobrol & curhat sama seorang supir taksi. Kebetulan saya memang “pawakan” (bakat) dicurhati orang. Dan ini pengalaman kedua saya dicurhati seorang supir  taksi.

Cerita itu mengalir sejak saya naik sampai saya tiba di tempat tujuan. Cerita unik tentang kehidupannya dia, pertemuan dengan istrinya, kebanggaan terhadap keluarganya, cita-citanya,  kecintaan & hormat kepada kedua orangtuanya. Kepandaian kedua buah hatinya & kerinduannya terhadap keluarga di Tegal. What a perfect family, pikir saya. Di sela-sela kisah hidupnya saya sempat berpikir, apa iya dia juga menceritakan hal-hal seperti ini ke semua penumpang dia atau cuma ke saya aja?

“Dulu saya nggak pernah cinta sama istri saya lho mbak..”

“ha? kok bisa pak? bapak dijodohin?”

“dijodohin sih enggak, ada “adat” di daerah istri saya.. Kalau seorang perempuan sudah dikunjungi teman pria, pasti disuruh nikah.”

“oh ya? masih ada yang kaya begitu ya pak?”

“ya adalah mbak.. namanya juga masih di daerah.. Jujur saya menikah dalam keadaan serba nggak siap. Semua ditanggung keluarga istri saya.. Ya abis gimana, wong niat saya cuma main kok malah ditodong suruh nikah..”

“ya bapak kan bisa nolak pak, kalo emang ga suka..”

“ya gak bisa gitu juga sih mbak.. wis pokoknya ribet aja.. Namanya anak, ya wis nurut aja daripada dianggap durhaka.. Uniknya saya ini pas hari H pernikahan saya , paginya saya masih di Jakarta, nyupir.. Jujur saya nggak punya uang buat menghidupi calon istri & keluarga saya mbak.. Saya benernya malu.. Calon kepala keluarga kok nggak bisa menghidupi keluarganya..”

“Lho.. trus.. perhelatan pernikahannya gimana pak?”

“hahahaha.. ya ditunda.. dandanan istri aya aja sempat dibongkar.. Tapi malamnya saya datang mbak..”

Saya tertawa.. Kisah yang aneh, tapi nyata. Taksi sudah mulai melintas di Gatot Subroto & saya mulai tertarik dengan cerita hidupnya..

“Trus kalo nggak cinta kok bisa punya anak dua pak?”, tanya saya iseng banget..

” Ya namanya tiap hari ketemu, serumah, tidur bareng.. lama-lama saya ya cinta sama dia mbak.. Saya kok merasa beruntung punya istri kaya dia. Pinter, taat beribadah nggak terlalu banyak menuntut, sederhana & pandai mengatur keuangan keluarga.. Nggak kaya istri teman saya yang kerjaannya minta uang melulu..”, tuturnya polos..

“ya itulah yang namanya jodoh ya pak.. Nggak pernah bisa ditebak datangnya darimana. Ada yang ngoyo banget cari jodoh tapi kalau Yang Diatas belum bilang “ya” ya belum ketemu-ketemu.. Ada juga yang nggak ngoyo nyari jodoh.. eh malah diparingi yang sempurna kaya istrinya bapak ya..”

“iya mbak.. wis pokoknya alhamdulillah dengan kehidupan & keluarga yang Allah sudah kasih ke saya sekarang ini mbak.. “

“Lebaran ini bapak mudik?”

“enggak mbak, mungkin habis lebaran. Kerjanya mungkin nanti agak ngoyo, biar bisa bawa uang lebih buat anak istri di rumah.. Walaupun mereka udah bilang sama saya kemarin begini, “Yah, lebaran ini ibu sama anak-anak nggak usah beli baju lebaran. Uangnya disimpen aja buat bikin rumah & anak yatim yah..”. Saya sampe terharu mbak.. “

“Alhamdulillah mereka pada mau ngerti ya pak..”

Saya tertegun, betapa Tuhan seringkali memberikan saya pelajaran hidup melalui jalan yang tak pernah saya sangka. Salah satunya lewat kesederhanaan hidup bapak supir taksi ini. Saya malu, saya yang dikaruniai lebih banyak kelebihan, keberuntungan & kemudahan sama Allah ini masih saja banyak melontarkan keluhan-keluhan nggak penting. Lebih sering melihat dengan tatapan iri ke arah warna rumput tetangga yang jauh lebih hijau daripada rumput di halaman saya sendiri. Lebih sering melihat ke atas ketimbang ke bawah.

Astaghfirullah..

Terimakasih untuk curhat & pelajaran sederhana tentang hidup hari ini ya pak..

[devieriana]

You may also like

12 Comments

  1. Gusti Allah ndak pernah sare kan jeung??
    Saya sendiri kadang juga harus belajar banyak untuk bisa tulus ikhlas dalam hal bersyukur.

    Manusia biasanya lulus ketika diberi ujian ‘kekurangan’. Namun seringkali gagal ketika diberi ujian ‘kekayaan’ …

    Pulang ke Malang???

  2. bener banget mas Tok.. makanya kemarin kaya ngerasa ketampar aja, bapak itu yang kerjanya lebih keras dibanding aku, hidupnya ya belum tentu lebih enak dari aku, masih beryukur banget..

    ——

    Insyaallah lebaran tahun ini pulang, Mas.. Tar aku main ke Infomedia.. kangen sama anak-anak sana 😀

  3. ikhlas berbuah rahmat.

    ada pepatah yang bilang, wajah Tuhan ada di orang-orang miskin (baca: berkekurangan). dengan masalah dan kondisi yang serba kurang, kita jadi lebih ‘bisa’ untuk mendalami makna kesederhanaan, penerimaan, keikhlasan, dan cinta.

  4. tampaknya begitu mba,
    jakarta yang katanya lebih kejam dari ibu tiri ini,
    ternyata menyimpan jutaan romantisme terpendam,
    hingga melankolisme yang terbungkus rahasia,
    sewaktu-waktu semuanya bisa muncul begitu saja.

    seringkali kita lebih menyebutnya “lagi stress”

    entahlah ya, manusia-manusia dengan mimpinya,
    seolah-olah ingin mewarnai ibukota dengan sebuah cerita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *