Caleg : Sebuah fenomena menuju Senayan

Beberapa waktu yang lalu saya sempat membahas tentang pertanyaan menggelitik yang pernah dilontarkan kepada saya oleh sbeberapa orang  sahabat.. “kamu ga daftar jadi caleg?”. Woohhoooww.. pertanyaan yang sederhana tapi cukup menggelitik saya. Caleg? wah kepikiran aja enggak..  . Beneran..

Kenapa saya kurang tertarik ikut-ikutan daftar menjadi caleg :

1. Dana menjadi caleg itu sangan besar. Dari apa yang pernah saya baca : “Berbeda dengan tahun 2004, dimana untuk mendapatkan sebuah kursi seseorang lebih mengandalkan investasi ke partai (suara partai), sekarang dengan mekanisme suara terbanyak, otomatis para caleg harus mengeluarkan dana ekstra. Selain “dana pendaftaran” khusus ke partai, mereka harus menyiapkan sejumlah dana ekstra untuk mempopulerkan diri mereka masing-masing ke publik alias kampanye. Dari dialog-dialog di sejumlah media televisi (termasuk pengakuan), biaya rata-rata yang dikeluarkan seseorang untuk pemilu 2009 berkisar antara 200 juta hingga 1.5 miliar –> angka yang cukup fantastis bukan? . Namun, dengan dana besar belum tentu juga si caleg akan terpilih –> alasan utama  yang cukup kuat kbuat saya an? tidak ada dana.. hehehehehe…

2. Saya belum sanggup kalau sampai harus kalah sebelum pemilihan. Iya lho, masih ingat kan calon bupati Ponorogo 2005-2010 yang masuk rumah sakit jiwa setelah gagal merebut kursi bupati padahal telah mengeluarkan miliaran rupiah. Tragis banget kan? .Dengan besarnya biaya yang dikeluarkan dan peluang kemenangan kecil, tidak tertutup kemungkinan mereka yang kalah dalam pemilu akan stress, depresi, tekanan jiwa hingga sakit jiwa, serem ih —> makanya mending saya menikmati pekerjaan saya yang sekarang aja dululah 

3. Memang enak sih dapat gaji besar, api tanggung jawabnya juga besar, saya belum siap memikul beban tanggung jawab yang mengandung moral seperti itu. Lagipula politik bukan major of interest saya. Cukup sadar diri saya untuk tidak ikut latah berpoliitk sementara kemampuan saya pas-pasan

Semalam saat saya menonton acara Bukan 4 Mata-nya Tukul Arwana yang menghadirkan bintang tamu seorang caleg yang berasal dari Jawa Tengah yang kesehariannya berprofesi sebagai penjual sate. Waktu ditanya apa mostivasinya menjadi caleg, jawabannya pun cukup menggelitik, “katanya gaji anggota legislatif itu besar, makanya saya pengen ikut mencalonkan diri jadi caleg. Pengen membuktikan bener apa enggak”. Sontak sayapun jadi tercenung.. speechless, ga bisa ngomong . Jadi motivasi jadi anggota legislatif cuma pengen membuktikan apa benar gaji anggota legislatif itu besar/tidak? Alasan yang menurut saya “unik”. Tadi pagi sempat membaca sebuah blog yang lagi-lagi cukup menggelitik tentang blog yang dibuat oleh seorang penulis yang juga seorang TKI di Singapura yang melontarkan beberapa pertanyaan dalam blognya untuk disebarluaskan di milist, email, facebook untuk mengetahui sampai sejauh mana jawaban seorang caleg dalam membahas :

1. Isu TKW yang disiksa di luar negeri & Perlindungan TKI di Luar Negeri.
Question: Apa langkah kongkrit yang akan anda lakukan untuk mengurangi tingkat penyiksaan terhadap TKW/TKI di luar negeri

2. Isu Kualitas TKW yang akan dikirim ke luar negeri
Question: Apa langkah kongkrit caleg untuk mendorong pemerintah meningkatkan kualitas TKI yang akan dikirim?

3. Isu Perlindungan TKW di Bandara
Question: Apa langkah kongkret dan langkah hukum yang anda akan tempuh sebagai caleg kita, untuk menghilangkan praktek ini? karena cukup menyedihkan.

4. Isu Penindasan/Diskriminasi TKI di Luar Negeri
Question: Apa langkah kongkrit yang akan anda lakukan untuk mengurangi tingkat penindasan terhadap TKW/TKI di luar negeri?
Singkatnya, banyak dari kami yang di luar negeri kerja dibayar murah, kerja disiksa dan pulang diperas. Sebagai caleg LN, apa program kerja anda untuk membantu kondisi ini?

Yang membuat saya melongo adalah ketika caleg-caleg tersebut dikonfirmasi, malah ada yang menjawab santai :

Setya Dharma Pelawi dengan facebook link :
http://www.new.facebook.com/profile.php?id=1558223713

Jawaban yang diberikan si caleg cukup bikin si penulis naik darah..

“Terima kasih nanti kt berFB ria ya. Skrg lagi sibuk Kampanye….

ahuahahahahaha.. ngakak saya bacanya . OMG, caleg kok shallow banget sih menjawabnya? Wakil rakyat kalau kerjaannya main facebook, apa iya masalah rakyat bisa terselesaikan? Please deh pak..

Dan di counter dengan lugas oleh si pemilik blog, Adhitya Mulya :

“Pak, ini juga bagian dari kampanye. karena bapak gak mungkin kampanye ke luar negeri maka bapak jawab pertanyaan ini melalui email. Masak iya bapak tidak menganggap kami yang TKI luar negeri ini sebagai orang yang penting? Kami kan yang akan nyoblos bapak. Bukan hanya orang-orang di Indonesia.

Adhitya Mulya : dari sini tidak banyak yang bisa kita simpulkan. Kecuali kejelasan bahwa pertanyaan sepanjang itu masih caleg ini anggap sebagai “berfacebook ria” dan bahwa dia gak punya cukup waktu untuk jawab 4 pertanyaan hidup matinya TKI, karena dia lagi kampanye. Di Indonesia. Genius!

Balasan dari beliau:

Saya kemarin bicara tentang TKI Liat Kompas Rabu sebelum ini….

Balasan dari Adhitya Mulya :
Apakah bapak menyuruh kami untuk baca kompasnya? masalahnya kami-kami 6 juta orang yang tinggal di luar negeri tidak memiliki akses pada kompas kan pak.
rgds.

Balasan dari beliau:

Perlindungan kontrit pada TKI yang perlu. BNP2TKI tiadak serius mengerjakan perlindungan…..


Nenek-nenek juga tau Pak. ”

hyahahahaha.. Sumpah, saya ngakak sampai guling-guling bacanya.. . Ya memang, tidak semua caleg se-shallow itu, saya yakin di luar sana juga banyak caleg-caleg berkualitas. Masa iya diantara total 12.000 total caleg se Indonesia shallow semua kaya caleg 1 itu?

Masih dari blog yang sama menyimpulkan :

” Semua caleg bisa dan sudah bilang hal hal seperti:

‘menurut saya sebaiknya pemerintah….’
‘harus dibentuk sebuah badan….’
‘polisi harus….’

Sebaik apa pun itu, itu baru sebatas pendapat. Baru sebatas mengharuskan pihak lain bekerja lebih baik. Belum ke tahap:

“Saya akan golkan skema dan strategi A B C dan saya akan paksakan pemerintah mengeksekusinya,…”

Indonesia gak pernah maju karena pola pikir badan legislatif salah. Anggota DPR sering hanya menjadi penonton di pinggir lapangan dan mengritik pemerintah atas setiap eksekusi yang pemerintah lakukan. Ini yang saya dapatkan dari banyak caleg, termasuk sedikit dari bapak.

Padahal pemerintah hanya badan eksekutif. Hanya tangan. DPR sebagai otak seharusnya aktif merancang hukum, strategi dan skema yang menguntungkan rakyat dan memaksa pemerintah mengeksekusi hal-hal itu.

Ingat bahwa rakyat adalah hati,

DPR adalah otak yang mendengarkan hati

Pemerintah adalah tangan yang menggerakkan apa yang otak perintah.. “

It means tugas berat menanti para caleg, bisakah mereka bekerja seoptimal mungkin menyuarakan pihak-pihak yang sudah memberikan suaranya kepada mereka? Mmmh, memang faktor penarik terbesar bagi sebagian orang yang mendaftar menjadi caleg adalah besarnya gaji dan tunjangan yang diperoleh oleh tiap anggota dewan (meskipun sering bolos) . Andaikan gaji dan tunjangan anggota dewan dipotong jadi 75%, apa iya animo caleg sampai sebesar saat ini. Saya masih berkeyakinan bahwa masih banyak orang yang berkualitas yang memiliki motivasi mengabdi untuk negeri ini tanpa harus dibayar (gaji) mahal.

Uuukh, posting serius seperti ini ternyata mumet ya.. hehehehehehe..

Continue Reading

Arrrgghh.. !!!

angry-cartoon-lady-364756

 

Pagi ini benernya baik-baik aja, alhamdulillaah kerjaan juga udah berkurang karena aku habiskan kemarin, sekarang tinggal yang daily maintenance aja.. Tapi, berhubung ada kebijakan baru yang aku komplain & belum terjawab , masihlah itu jadi utangnya orang-orang atas.. Dan ketika hari ini terjawab, arrrgghh.. ternyata ga merubah apapun.. malah temen-temen harus kerja 2x…

 

Ya kasian aja sih kalo temen-temen mesti kerja 2x kaya gitu, kaya kuranng efektif aja. tapi ya gimana lagi, kebijakan mereka ga bisa diubah, meskipun kemarin sempet berharaap aakan ada kebijakan baru berkenaan dengan cara kerjanya temen-temen quality assurance.. But turns out, I found nothing..

 

Sambil merenung sendiri di mejaku, ambil sisi positifnya, mungkin kantor pusat pengen data yang lebih memudahkan mereka untuk menarik data & tidak perlu bersusah-susah koreksi dengan format data yang ga sama dari 4 callcentre. Kita mungkin masih untung cuma maintain 1 callcentre Jakarta doang, lah temen-temen kantor pusat kan maintain penilaian 4 callcentre @2 vendor : Infomedia & Mitracomm. Masuk akal juga sih benernya..

 

Kadang kita pada saat menerima perubahan yang “mengganggu” zona nyaman kita, habit kita, cara kerja kita, pasti reaksi awalnya adalah “mnyolot”, protes, ga terima, ngedumel, walaupun akhirnya dijalani juga. Tapi setelah terbiasa, yaa.. jadi zona nyaman yang baru tentunya..

 

Hopefully temen-temenku bisa cepat menyesuaikan, jadi ga ada teguran dari spv & kantor pusat..

Tetap semangat ya teman-temanku..

 

I love you all my darlings..

 

 

 

 

 

Continue Reading